Pengelolaan Limbah Pertamina Dumai Masih Manual
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI ke Dumai, Riau. Foto: Singgih/rni
Komisi VII DPR RI terkejut mengetahui pengelolaan limbah PT. Pertamina Refinery Unit (RU) II, Kota Dumai, Provinsi Riau masih dilakukan secara manual. Pertamina merupakan perusahaan BUMN besar di Indonesia, seharusnya pengelolaan limbah lebih maju. Apalagi, menurut Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru, Pertamina dalam menjalankan usahanya mengunakan keuangan negara, sehingga harus lebih berhati-hati.
“Jangan kemudian (limbah) yang seharusnya yang sudah diangkut keluar, ternyata masih harus dilakukan pengeringan secara manual. Menyedot limbah dari bak penampungan ke tempat pengeringan juga dilakukan dengan manual. Menyedot limbah dengan mesin dumpling seperti petani. Ini cermin yang kurang tepat,” ungkap Falah di sela-sela mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI ke Dumai, Riau, Senin (01/4/2019).
Sebelumnya, saat Tim Kunker Komisi VII DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR RI melihat langsung pengeloaan limbah ke kilang Pertamina RU II Dumai, terlihat kaget dengan pengelolaan limbahnya. Menurut Falah, Pertamina sebagai salah satu perusahaan BUMN terbesar di Indonesia di bidang migas, seharusnya pengelolaan limbahnya lebih profesional daripada yang lain.
“Kalau kita lihat kurang memuaskan dan terkesan sangat jorok. Dalam hal ini kita menemukan beberapa limbah yang seharusnya ada di dalam gudang, ternyata ada di luar gudang dengan berbagai alasan. Itu salah. Sekali lagi itu salah. Karena itu bisa membuat mencemarkan lingkungan,” imbuh politisi PDI-Perjuangan ini sembari menyarankan Pertamina Dumai untuk belajar cara pengelolaan limbah kepada kilang Balongan.
Kenyataan yang ditemui Komisi VII DPR RI ini cukup mengejutkan, mengingat pada tahun 2018 lalu Pertamina RU II Dumai telah menerima penghargaan Proper Hijau atas ketaatan dan kinerja dalam pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang telah dijalankan selama tahun 2018. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada RU II Dumai untuk Proper Hijau dan RU II Sungai Pakning untuk Proper Emas.
“Jangan asal memberikan predikat Proper dengan nilai hijau, sedangkan di lapangan faktanya kalau kita melihat masih merah mendekati kuning. Apa mungkin mendapatkan predikat Proper Hijau, tapi di lapangan terlihat sangat berantakan. Nah ini perlu kita pertanyakan kepada pemberi Proper. Memberikan Proper itu kan tidak sembarangan. Pemberi Proper harus ikut mencium aroma dan melihat yang ada di lapangan sesuai dengan standar Proper itu sendiri atau tidak. Jadi jangan memberikan Proper seenaknya sendiri,” kritik Falah.
Legislator dapil Jawa Timur X itu jga meminta kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk lebih cermat dan teliti dalam memberikan Proper. Seharusnya ada audit terhadap temuan-temuan seperti ini dengan melakukan koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kalau Proper Hijau tentunya semua sudah rapi, tidak ada kendala apapun terkait limbah. Baunya pun juga tidak ada,” tandas Falah.
Menurut Falah, sudah merupakan kewajiban DPR RI untuk memberikan kritik membangun guna memperbaiki pengelolaan limbah. “Karena limbah permasalahan kita bersama, apakah sudah sesuai dengan prosedur. Jika pengelolaan limbah Pertamina dilakukan oleh pihak ketiga, pihak ketiganya juga harus kita sidak dan kita lihat apakah sudah sesuai dengan prosedur dan sudah memenuhi syarat sebagai perusahaan pengelola limbah,” imbuh Falah. (skr/sf)